LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM BIOKIMIA
I.
Nomor
Percobaan : 2
II.
Judul
Percobaan : Reaksi
Uji terhadap Asam Amino
III. Tujuan Praktikum : Untuk mengetahui uji positif dan negatif
terhadap asam amino di dalam protein
IV.
Dasar Teori
Protein merupakan komponen utama dalam sel hidup yang
memegang peranan penting dalam proses kehidupan. Protein berperan dalam
struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Protein dalam bentuk
enzim beperan sebagai katalis dalam bermacam-macam proses biokimia. Sebagai
alat transport, yaitu protein hemoglobin mengikat dan mengangkut oksigen dalam
bentuk (Hb-O) ke seluruh bagian tubuh.
Protein juga berfungsi sebagai pelindung, seperti
antibodi yang terbentuk jika tubuh kemasukan zat asing, serta sebagai sistem
kendali dalam bentuk hormon,
Protein pembangun misalnya glikoprotein terdapat dalam
dinding sel, keratin yang terdapat pada kulit, kuku dan rambut. Sebagai
komponen penyimpanan dalam biji-bijian. Protein juga merupakan sumber gizi,
protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu
membentuk asam amino.
Asam amino adalah senyawa organik yang memiliki
gugus fungsional karboksilat (COOH) dan amina (NH2) yang terikat pada satu atom
karbon (Cɲ) yang sama, atom ini juga umumnya merupakan C
asimetris. Secara rinci struktur asam amino dibangun oleh sebuah atom C yang
mengikat empat gugus yaitu; gugus amina (NH2), gugus karboksilat (COOH), atom
hidrogen (H), dan satu gugus sisa R. Gugus ini yang membedakan satu asam amino
dengan asam amino lainnya.
Gugus karboksilat menyebabkan asam amino
bersifat asam gugus amina bersifat basa. Dalam larutan, asam amino bersifat
amfoter, sebagai asam pada media basa dan menjadi basa pada suasana asam. Hal
ini dikarenakan protonasi, gugus amina menjadi –[NH3+] dan gugus karboksilat
menjadi ion –[COO-], sehingga asam amino memiliki dua muatan dan disebut dengan
zwitter-ion.
Keberadaan C asimetrik menjadi pusat kiral dan
molekul asam amino memiliki isomer optik yang umumnya diberi notasi dextro (D)
dan levo (L), ingat pembahasan isomer optik pada karbohidrat, struktur kedua
isomer dapat ditunjukan oleh alanin,
Penggolongan Asam amino didasari pada sifat dan
struktur gugus sisa (R), seperti gugus R yang bersifat asam, basa, gugus R yang
mengandung belerang atau hidroksil, R sebagai senyawa aromatik, alifatik dan
yang siklik. Namun penggolongan yang umum dipergunakan adalah sifat polaritas
dari gugus R.
1. Asam
amino dengan R yang bersifat non polar. Gugus R dalam golongan asam amino
merupakan senyawa hidrokarbon, dengan karakteristik hidrofobik. Golongan ini
terdiri dari lima senyawa asam amino yang memilliki gugus R alifatik yaitu
alanin, valin, leusin, isoleusin dan prolin, sedangkan gugus R yang mempunyai
struktur aromatik meliputi fenil alanin dan triptopan, serta satu molekul yang
mengandung belerang yaitu methionin. Golongan ini memiliki struktur seperti
pada Bagan 14.22.
2. Asam
amino dengan R polar tapi tidak bermuatan, asam amino ini bersifat polar, dan
hidrofilik atau lebih mudah larut dalam air dibandingkan dengan asam amino
jenis pertama. Golongan ini memiliki gugus fungsional yang membentuk ikatan
hidrogen dengan molekul air. Beberapa asam amino yang masuk dalam golongan ini
adalah; glisin, serin, treonin, sistein, tirosin, asparagin dan glutamin.
Senyawa dalam kelompok ini ditampilkan oleh Bagan 14.23.
3. Asam
amino dengan gugus R yang bermuatan negatif, kelompok ini hanya terdiri dari
dua asam amino yang memiliki gugus bermuatan total negatif, yaitu asam aspartat
dan asam glutamat. Kedua molekul ini memiliki gugus tambahan yang bermuatan
negatif yaitu gugus karboksilat. Asam amino ini disajakan pada Bagan 14.24,
pada halaman berikut.
Asam amino dengan gugus R bermuatan positif. Lisin
merupakan asam amino yang masuk dalam golongan ini, akan memiliki muatan total
positif pada pH 14. Sedangkan arginin mengandung gugus guanidine yang bermuatan
positif dan histidin mengandung gugus imidazol yang sedikit mengion.
Koagulasi
Koagulasi (en:coagulation, clotting) adalah suatu proses yang
rumit di dalam sistem koloid darah yang memicu partikel
koloidal terdispersi untuk memulai proses pembekuan (en:agglomerate)
dan membentuk trombus. Koagulasi
adalah bagian penting dari hemostasis[1], yaitu saat
penambalan dinding pembuluh darah yang
rusak oleh keping darah dan faktor
koagulasi (yang mengandung fibrin) untuk menghentikan pendarahan (en:hemorrhage)
dan memulai proses perbaikan. Kelainan koagulasi dapat meningkatkan risiko
pendarahan atau trombosis.
Proses koagulasi terjadi segera
setelah terjadinya luka
pada pembuluh darah dengan
rusaknya endotelium (en:endothelium).
Langkah awal koagulasi adalah dengan pelepasan komponen fosfolipid (en:phospholipid)
yang disebut faktor
jaringan (en:tissue factor)
dan fibrinogen sebagai
inisiasi sebuah reaksi
berantai]. Segera setelah itu keping darah bereaksi membentuk penyumbat pada
permukaan luka, reaksi ini disebut hemostasis awal (en:primary). Hemostasis lanjutan
(en:secondary) terjadi
hampir bersamaan:protein dalam plasma darah yang disebut faktor koagulasi merespon secara berjenjang
dan sangat rumit untuk membentuk jaring-jaring fibrin yang memperkuat penyumbatan keping darah.
Koagulasi adalah proses
penggumpalan partikel koloid karena penambahan bahan kimia sehingga partikel-partikel
tersebut bersifat netral dan membentuk endapan karena adanya gaya grafitasi.
Mekanisme Koagulasi
A. Secara fisika
Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti :
1.
Pemanasan, Kenaikan
suhu sistem koloid menyebabkan tumbukan antar partikel-partikel sol dengan
molekul-molekul air bertambah banyak. Hal ini melepaskan elektrolit yang
teradsorpsi pada permukaan koloid. Akibatnya partikel tidak bermuatan. contoh:
darah
2.
Pengadukan, contoh:
tepung kanji
3.
Pendinginan, contoh:
agar-agar
B. Secara kimia
Sedangkan secara kimia seperti penambahan elektrolit,
pencampuran koloid yang berbeda muatan, dan penambahan zat kimia koagulan. Ada
beberapa hal yang dapat menyebabkan koloid bersifat netral, yaitu:
1.
Menggunakan Prinsip
Elektroforesis. Proses elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel
koloid yang bermuatan ke elektrode dengan muatan yang berlawanan. Ketika
partikel ini mencapai elektrode, maka sistem koloid akan kehilangan muatannya
dan bersifat netral.
2.
Penambahan koloid,
dapat terjadi sebagai berikut:
Koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion
positif (kation), sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion
negatif (anion). Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua.
Apabila selubung lapisan kedua itu terlalu dekat maka selubung itu akan
menetralkan muatan koloid sehingga terjadi koagulasi. Makin besar muatan ion
makin kuat daya tariknya dengan partikel koloid, sehingga makin cepat terjadi
koagulasi. (Sudarmo,2004)
3.
Penambahan Elektrolit.
Jika suatu elektrolit ditambahkan pada sistem koloid, maka partikel koloid yang
bermuatan negatif akan mengadsorpsi koloid dengan muatan positif (kation) dari
elektrolit. Begitu juga sebaliknya, partikel positif akan mengadsorpsi partikel
negatif (anion) dari elektrolit. Dari adsorpsi diatas, maka terjadi koagulasi. Dalam
proses koagulasi,stabilitas koloid sangat berpengaruh.stabilitas merupakan daya
tolak koloid karena partikel-partikel mempunyai muatan permukaan sejenis
(negatip).
Beberapa gaya yang menyebabkan stabilitas partikel, yaitu:
1.
Gaya elektrostatik
yaitu gaya tolak menolak tejadi jikapartikel-partikel mempunyai muatan yang
sejenis.
2.
Bergabung dengan molekul
air (reaksi hidrasi)
3.
Stabilisasi yang disebabkan
oleh molekul besar yang diadsorpsi pada permukaan.
Suspensi atau koloid bisa dikatan stabil jika semua gaya
tolak menolk antar partikel leih besar dari ada gaya tarik massa, sehingga
dalam waktu tertentu tidak terjadi agregasi. Untuk menghilangkan kondisi
stabil, harus merubah gaya interaksi antara partikel dengan pembubuhan zat
kimia supaya gaya tarik menariklebih besar.
Untuk destabilisasi ada beberapa mekanisme yang berbeda:
Untuk destabilisasi ada beberapa mekanisme yang berbeda:
1.
Kompresi lapisan ganda
listrik dengan muatan yang berlawanan.
2.
Mengurangi potensial
permukaan yang disebabkan oleh adsorpsi molekul yang spesifik dengan muatan
elektrostatik berlawanan.
3.
Adsorpsi molekul
organik diatas permukaan partikel bisa membentuk jembatan moleku diantara
partikel.
4.
Penggabungan partikel
koloid kedalam senyawa presipitasi yang terbentuk dari koagulan.
Secara garis besar (bedasarkan uraian diatas), mekanisme
koagulasi adalah :
1.
Destabilisasi muatan
negatif partikel oleh muatan positip dari koagulan
2.
Tumbukan antar
partikel
3.
Adsorpsi
Faktor – faktor yang mempengaruhi koagulasi
:
1.
Pemilihan bahan kimia Untuk melaksanakan pemilihan
bahan kimia, perlu pemeriksaan terhadap karakteristik air baku yang akan diolah
yaitu :
·
Suhu berpengaruh terhadap daya koagulasi dan
memerlukan pemakaian bahan kimia berlebih, untuk mempertahankan hasil yang
dapat diterima.
·
pH Nilai ekstrim baik tinggi maupun rendah,
dapat berpengaruh terhadap koagulasi. pH optimum bervariasi tergantung jenis
koagulan yang digunakan.
·
Alkalinitas yang rendah membatasi reaksi ini dan
menghasilkan koagulasi yang kurang baik, pada kasus demikian, mungkin
memerlukan penambahan alkalinitas ke dalam air, melalui penambahan bahan kimia
alkali/basa ( kapur atau soda abu)
·
Makin rendah kekeruhan, makin sukar pembentukkan
flok.Makin sedikit partikel, makin jarang terjadi tumbukan antar partikel/flok,
oleh sebab itu makin sedikit kesempatan flok berakumulasi.
·
Warna berindikasi kepada senyawa organik,
bereaksi dengan koagulan, menyebabkan proses koagulasi terganggu selama zat
organik tersbut berada di dalam air baku dan proses koagulasi semakin sukar
tercapai
2.
Penentuan dosis optimum koagulan
Untuk memperoleh koagulasi yang baik, dosis optimum koagulan harus
ditentukan. Dosis optimum mungkin bervariasi sesuai dengan karakteristik dan
seluruh komposisi kimiawi di dalam air baku, tetapi biasanya dalam hal ini
fluktuasi tidak besar, hanya pada saat-saat tertentu dimana terjadi perubahan
kekeruhan yang drastis (waktu musim hujan/banjir) perlu penentuan dosis optimum
berulang-ulang.
3.
Penentuan pH optimum
Penambahan garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan pH air,
disebabkan oleh reaksi hidrolisa garam tersebut, seperti yang telah diterangkan
di atas. Koagulasi optimum bagaimanapun juga akan berlangsung pada nilai pH
tertentu.
Apabila muatan koloid dihilangkan, maka kestabilan koloid akan berkurang
dan dapat menyebabkan koagulasi atau penggumpalan. Penghilangan muatan koloid
dapat terjadi pada sel elektroforesis atau jika elektrolit ditambahkan ke dalam
sistem koloid. Apabila arus listrik dialirkan cukup lama ke dalam sel
elektroforesis maka partikel koloid akan digumpalkan ketika mencapai elektrode.
Jadi, koloid yang bermuatan negatif akan digumpalkan di anode, sedangkan koloid
yang bermuatan positif digumpalkan di katode. Koagulan yang paling banyak
digunakan dalam praktek di lapangan adalah alumunium sulfat [Al2(SO4)3],
karena mudah diperoleh dan harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan
jenis koagulan lain.
Denaturasi protein adalah kondisi di mana struktur
sekunder, tersier maupun kuartener dari suatu protein mengalami modifikasi
tanpa ada pemecahan ikatan peptida. Denaturasi dapat berupa rusaknya struktur tiga matra dari
suatu protein. Denaturasi protein ada dua macam, yaitu pengembangan rantai
peptide (terjadi pada polipeptida) dan pemecahan protein menjadi unit yang
lebih kecil tanpa disertai pengembangan molekul (terjadi pada ikatan
sekunder).
V.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan : Bahan yang digunakan :
- Tabung reaksi Sample
:
- Pipet tetes - Putih telur
- Gelas ukur - Kuning telur
- neraca - susu bubuk
- Pemanas - susu cair
- Beker gelas - albumin
- Batang pengaduk -
larutan ikan gabus
- Corong -
CuSO4 0,01 M, NaOH 2,5 N
- Rak tabung reaksi - larutan (NH4)2SO4,
reagen Millon, reagen uji biuret
- Kertas saring - HgCl2 dan
Pb asetat 0,2M
VI.
Prosedur
Percobaan
1. Uji biuret
Tambahkan
1 ml NaOH 2,5 N ke dalam 3 ml larutan protein dan aduk. Tambahkan setetes CuSO4
0,01 M. Aduk, juka tidak timbul warna tambahkan lagi setetes atau 2 tetes CuSO4.
- Pengendapan
dengan logam
Ke dalam 3 ml larutan protein tambahkan 5 tetes HgCl2 0,2 M.
Ulangi percobaan dengan menggunakan Pb asetat 0,2 M.
- Pengendapan dengan Garam
Jenuhkan 10 ml larutan protein dengan ammonium sulfat. Untuk pekerjaan
ini dilakukan pertama tambahkan jumlah sedikit dari garam tersebut, aduk hingga
melarut. Tambahkan lagi sedikit ammonium sulfat dan aduk lagi. Kontinu sehingga
sedikit garam tertinggal tidak terlarut. Apabila larutan jenuh kemudian
disaring. Uji kelarutan endapan di dalam air. Uji endapan dengan reagen millon
dan filtrat dengan uji biuret.
4. Uji koagulasi
Tambahkan
2 tetes HOAc 1 M ke dalam 5 ml larutan protein. Letakkan tabung dalam air
mendidih selama 5 menit. Ambil endapan dengan batang pengaduk. Uji kelarutan
endapan di dalam air. Uji endapan dengan reagen Millon.
VII. Data Hasil
Pengamatan
1. Uji Buret
Prosedur Percobaan
|
Hasil pengamatan
|
a. Albumin 10% (kuning) + NaOH (bening)
+ CuSO4 (kebiruan) 5 tetes
|
larutan berwarna violet
|
b. Kuning telur 10% (kuning) + NaOH (bening)
+ CuSO4 (kebiruan) 5 tetes
|
larutan berwarna violet
|
c. Putih telur 10% (putih keruh) +
NaOH (bening) + CuSO4 (kebiruan) 5 tetes
|
larutan berwarna violet
|
d. Susu cair 10% (putih) + NaOH (bening)
+ CuSO4 (kebiruan) 5 tetes
|
larutan berwarna violet
|
e. Susu bubuk 10% (putih) + NaOH
(bening) + CuSO4 (kebiruan) 5 tetes
|
larutan berwarna violet
|
f. Ikan gabus 10% (putih) + NaOH
(bening) + CuSO4 (kebiruan) 5 tetes
|
larutan berwarna violet
|
2. Uji pengendapan dengan logam (HgCl2)
Prosedur Percobaan
|
Hasil pengamatan
|
a. Albumin 10% (kuning) + HgCl2
(bening)
5 tetes
|
larutan kuning, endapan putih
|
b. Kuning telur 10% (kuning) + HgCl2
(bening)
5 tetes
|
larutan kuning keruh, endapan putih
|
c. Putih telur 10% (putih keruh) +
HgCl2 (bening) 5 tetes
|
larutan putih keruh, endapan putih
|
d. Susu cair 10% (putih) + HgCl2
(bening)
23 tetes
|
larutan putih keruh, endapan putih
|
e. Susu bubuk 10% (putih) + HgCl2
(bening)
27 tetes
|
larutan putih keruh, endapan putih
|
f. Ikan gabus 10% (putih) + HgCl2
(bening)
15 tetes
|
larutan putih keruh, endapan putih
|
3. Uji pengendapan dengan logam (CH3COOPb)
Prosedur Percobaan
|
Hasil pengamatan
|
a. Albumin 10% (kuning) + CH3COOPb
(bening)
3 tetes
|
larutan kuning, endapan putih
|
b. Kuning telur 10% (kuning) + CH3COOPb
(bening) 20 tetes
|
larutan kuning keruh, endapan putih
|
c. Putih telur 10% (putih keruh) + CH3COOPb
(bening) 3 tetes
|
larutan putih keruh, endapan putih
|
d. Susu cair 10% (putih) + CH3COOPb
(bening)
50 tetes
|
larutan putih keruh, endapan putih
|
e. Susu bubuk 10% (putih) + CH3COOPb
(bening) 20 tetes
|
larutan putih keruh, endapan putih
|
f. Ikan gabus 10% (putih) + CH3COOPb
(bening)
4 tetes
|
larutan putih keruh, endapan putih
|
4. Uji Pengendapan Garam
Prosedur Percobaan
|
Hasil pengamatan
|
a. Albumin 10% (kuning) + NH4SO4
·
Filtrate + biuret
·
Endapan + air
Endapan + Reagen
Millon
|
-
|
-
|
|
-
|
|
-
|
|
b. Kuning telur 10% (kuning) + NH4SO4 4,76 gr
·
Filtrate + biuret
·
Endapan + air
·
Endapan + Reagen Millon
|
Ada endapan kuning
|
Warna violet
|
|
Larut
|
|
-
|
|
c. Putih telur 10% (putih keruh) + NH4SO4
5 gr
·
Filtrate + biuret
·
Endapan + air
·
Endapan + Reagen Millon
|
Ada endapan putih
|
Warna violet
|
|
Larut
|
|
-
|
|
d. Susu cair 10% (putih) + NH4SO4
5,567 gr
·
Filtrate + biuret
·
Endapan + air
·
Endapan + Reagen Millon
|
Ada endapan putih
|
Warna violet
|
|
Larutan putih
|
|
Endapan merah bata
|
|
e. Susu bubuk 10% (putih) + NH4SO4
8 ml
·
Filtrate + biuret
·
Endapan + air
·
Endapan + Reagen Millon
|
Ada endapan putih
|
Warna violet
|
|
Larut
|
|
-
|
|
f. Ikan gabus 10% (putih) + NH4SO4
4 ml
·
Filtrate + biuret
·
Endapan + air
·
Endapan + Reagen Millon
|
Ada endapan putih
|
Warna violet
|
|
Larut
|
|
-
|
5. Uji Koagulasi
Prosedur Percobaan
|
Hasil pengamatan
|
g. Albumin 10% (kuning) + CH3COOH
·
Filtrate + biuret
·
Endapan + air
·
Endapan + Reagen Millon
|
Endapan putih (0,3513 gr)
|
biru
|
|
larut
|
|
Endapan merah bata
|
|
h. Kuning telur 10% (kuning) + CH3COOH
·
Filtrate + biuret
·
Endapan + air
·
Endapan + Reagen Millon
|
Ada endapan kuning (1,1502gr)
|
Biru
|
|
Larut
|
|
Endapan merah bata
|
|
i.
Putih telur 10% (putih keruh) + CH3COOH
·
Filtrate + biuret
·
Endapan + air
·
Endapan + Reagen Millon
|
Ada endapan putih (0,29 gr)
|
Biru
|
|
Larut
|
|
Endapan merah bata
|
|
j.
Susu cair 10% (putih) + CH3COOH
·
Filtrate + biuret
·
Endapan + air
·
Endapan + Reagen Millon
|
Ada endapan putih (0,047 gr)
|
Biru
|
|
Larutan putih
|
|
Endapan merah bata
|
|
k. Susu bubuk 10% (putih) + CH3COOH
·
Filtrate + biuret
·
Endapan + air
·
Endapan + Reagen Millon
|
Ada endapan putih (0,3513 gr)
|
Biru
|
|
Larut
|
|
Endapan merah bata
|
|
l.
Ikan gabus 10% (putih) + CH3COOH
·
Filtrate + biuret
·
Endapan + air
·
Endapan + Reagen Millon
|
Ada endapan putih
|
Biru
|
|
Larut
|
|
Endapan merah bata
|
VIII.
Pembahasan
Dalam percobaan ini dilakukan
uji protein yang terkandung dalam makanan sehari-hari. Bahan yang digunakan
yaitu albumin, susu bubuk, susu cair, putih telur, kuning telur dan ikan gabus.
Pada percobaan uji buret,
semua protein yang diuji menghasilkan warna violet, hal ini disebakan penambahan CuSO4 sehingga terbentuk kompleks
antar Cu2+ dengan gugus amino dari protein. Makin kuat intensitas
warna violet yang dihasilkan dari protein ini menunjukan makin panjang ikatan
peptidanya. Dengan perubahan warna violet yang diperoleh ini menunjukan bahwa
uji ini positif terhadap biuret. Warna violet ini kemungkinan terbentuk dari kompleks yang dihasilkan antara ion Cu2+
dengan gugus – CO dan – NH dari rantai peptida dalam suasana basa. Kemudian
keenam larutan protein ini ditambahkan dengan larutan biuret ternyata semuanya
menghasilkan larutan berwarna violet.
Pada
uji pengendapan logam digunakan penambahan 2 senyawa logam yaitu HgCl2
dan Pb asetat. Dalam percobaan ini diperoleh semua protein yang di uji menghasilkan endapan berwarna
putih dengan larutan putih keruh. Kecuali kuning
telur yang menghasilkan endapan putih
dan larutan kuning keruh. Pada pengendapan dengan logam kuning telur
menghasilkan endapan yang lebih banyak dibanding putih telur. Endapan pada
protein ini terjadi karena logam yang ditambahkan ke dalam larutan protein
terikat pada molekul protein sehingga terbentuk endapan. Dengan demikian, protein tersebut positif
bereaksi dengan logam.
Senyawa-senyawa
logam tersebut akan memutuskan jembatan garam dan berikatan dengan protein
membentuk endapan logam proteinat. Endapan yang terbentuk merupakan endapan
yang berasal dari protein yang diuji, endapan ini terjadi disebabkan adanya
reaksi logam Pb atau Hg dengan protein. Kedua logam ini merupakan logam
yang mengandung ion positif. Dimana salah satu sifat dari logam yang mengandung
ion positif dapat menghasilkan
endapan jika direaksikan dengan protein. Pengendapan akan terjadi bila protein berada dalam bentuk isoelektrik yang bermuatan
negatif, dengan adanya muatan positif dari logam berat akan terjadi reaksi
netralisasi dari protein dan dihasilkan garam protein yang mengendap. Endapan
ini akan melarut kembali dengan penambahan alkali yang sifat pengendapan ini
adalah reversibel. Dalam
prosesnya, penambahan larutan logam untuk terbentuknya endapan bervariasi,
mulai dari sesuai prosedur hingga hampir sebanding dengan kuantitas sampelnya.
Pada albumin, kuning telur dan putih telur diperlukan 5 tetes larutan logam
HgCl2, sedangkan pada susu cair diperlukan 23 tetes, pada susu bubuk
diperlukan 27 tetes, dan pada ikan gabus 15 tetes. Hampir sama dengan larutan
logam Pb asetat, pada albumin dan putih telur diperlukan 3 tetes, pada susu
bubuk dan kuning telur diperlukan 20 tetes, pada ikan gabus diperlukan 4 tetes
dan terakhir pada susu cair diperlukan hingga 50 tetes. Hal demikian, sangat
dipengaruhi oleh factor pengamat praktikan dalam melihat ada atau tidaknya
endapan yang terbentuk.
Untuk percobaan
uji pengendapan dengan garam ini juga menggunakan sampel protein yang sama. Hasil pencampuran antara
serbuk ammonium sulfat dengan protein menghasilkan endapan dan filtrat, untuk
endapan dilakukan uji millon dan
air serta filtratnya direaksikan dengan reagen biuret. Secara teori jika
protein yang mengandung asam amino tyrosin di reaksikan dengan reagen millon
akan menghasilkan larutan dengan endapan merah bata, hal ini dikarenakan pereaksi millon adalah larutan merkuro dan merkuri
nitrat dalam asam nitrit, karena
adanya garam merkuri dari pada tyrosin yang tenitrasi. Endapan ini menunjukkan hasil dari garam-garam
organik dalam persentase tinggi yang dapat mempengaruhi sifat kelarutan
protein. Pengendapan yang dikarenakan penambahan ammonium sulfat menyebabkan
terjadi dehidrasi protein atau sering dikenal dengan kehilangan air, sehingga
proses dehidrasi ini molekul protein yang mempunyai kelarutan paling kecil akan
mudah mengendap. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol dikarenakan
terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang bewarna, protein
yang mengandung tyrosin akan
memberikan uji positif. Dalam
proses terbentuknya endapan diperlukan jumlah serbuk ammonium sulfat yang berbeda-beda. Untuk susu cair, putih
telur dan kuning telur diperlukan kurang lebih 5 gram, sedangkan untuk ikan
gabus dan susu bubuk diperlukan 4-8 ml larutan garam.
Endapan yang dihasilkan dari penambahan garam
tersebut, kemudian disaring untuk memisahkan antara endapan dan filtratnya. Endapan yang ditambahkan reagen millon, endapan yang awalnya berwarna putih berubah menjadi warna
merah bata. Sedangkan endapan
yang ditambah air akan melarut. Filtrat yang ditambah dengan reagen biuret akan menjadi berwarna ungu. Dengan demikian semua sampel yang di uji
positif terhadap uji pengendapan garam.
Percobaan terakhir yaitu tentang uji
koagulasi. Secara teori protein akan mengalami koagulasi apabila dipanaskan
pada suhu 50oC atau lebih. Koagulasi ini hanya terjadi bila larutan
protein berada titik isolistriknya (Poedjiadi, 1994). Pada pH iso-elektrik (pH
larutan tertentu biasanya berkisar 4–4,5 di mana protein mempunyai muatan
positif dan negatif sama, sehingga saling menetralkan) kelarutan protein sangat
menurun atau mengendap, dalam hal ini pH isolistrik albumin adalah 4,55-4,90.
Pada temperatur diatas 60oC kelarutan protein akan berkurang
(koagulasi) karena pada temperatur yang tinggi energi kinetik molekul protein
meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau
struktur sekunder, tertier dan kuartener yang menyebabkan koagulasi (Blogspot,
2007). Pada uji koagulasi, penambahan asam asetat bertujuan agar larutan protein
mencapai pH isolistriknya sehingga bisa terkoagulasi. Setelah dilakukan
pemanasan diperoleh filtrate dan endapan. Perlakuan yang diberikan untuk
filtrate dan endapan sama dengan uji koagulasi. Hasil yang diperoleh untuk
semua sampel menunjukkan bahwa uji filtrate yang diperoleh menghasilkan warna
biru, hal ini dikarenakan struktur protein yang terkandung mengalami denaturasi
akibat pemanasan. Sedangkan pada endapannya, untuk direaksikan dengan reagen
Millon menghasilkan endapan merah bata dan dengan air mengalami kelarutan.
Pengujian endapan yang dihasilkan dengan pereaksi milon bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya kandungan tirosin.
Dalam uji protein ini, kelompok kami tidak
melakukan beberapa uji terhadap protein. Seperti dalam uji pengendapan garam,
hanya larutan susu cair yang seluruh prosedur dilaksanakan sedangakan untuk
sampel yang lain tidak dilakukannya uji endapan terhadap reagen Millon, dan
untuk protein dalam albumin tidak dilakukan sama sekali. Selain itu, dalam uji
koagulasi, uji protein dalam ikan gabus tidak dilakukan. Hal ini dikarenakan
dalam praktikum sedikit tersedianya sampel tersebut sedangkan proses praktikum
sering terjadi kesalahan akibat kurang teliti praktikan.
IX.
Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1.
Uji positif terhadap biuret ditandai dengan warna
larutan violet (ungu)
2.
Reaksi positif terhadap uji pengendapan dengan logam
adalah terbentuknya endapan berwarna putih.
3.
Reaksi positif terdahap pengendapan dengan garam
ditandai oleh:
a.
Endapan yang direaksikan dengan Millon berwarna merah
bata
b.
Endapan yang direaksikan dengan air akan melarut
c.
Filtrate yang direaksikan dengan reagen biuret akan
menghasilkan warna ungu
4.
Reaksi positif terhadap uji koagulasi ditandai dengan:
a.
Endapan yang direaksikan reagen millon akan
menghasilkan warna merah bata
b.
Endapan yang direaksikan dengan air akan melarut
c.
Filtrate yang direaksikan dengan reagen biuret akan
menghasilkan warna biru karena protein terdenaturasi
Anonim. 2011. Asam amino dan
protein. Diakses dari www.wikipedia.org.id tanggal 1 Maret 2012.
Pujiati, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Edisi I. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Thenawijaya, Maggy. 1982. Lehninger:
Dasar-Dasar Biokimia.
Jakarta: Erlangga.
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/biomolekul/protein.
Di Akses pada 1 Maret 2012.
A. Uji buret
1. Warna apa yang terjadi ?
jawab : warna yang
dihasilkan adalah ungu
2. Mengapa harus dihindarkan kelebihan CuSO4
?
jawab : karena jika CuSO4
kelebihan akan menyebabkan terbentuknya garam ammonium
3. Mengapa garam ammonium mengganggu ?
jawab : karena dapat
mengganggu pada saat pengamatan.
4. Sebutkan dua macam zat lain selain protein
yang memberikan uji biuret positif?
jawab : Histidin, serin,
threonin, merupakan zat lain selain protein yang memberikan uji buret positif.
B. Pengendapan dengan logam
1. Apa hasilnya ?
jawab : menghasilkan endapan
putih
2. Terangkan mengapa putih telur digunakan
sebagai antidote pada keracunan Pb dan Hg?
Jawab : karena Hg dan Pb bereaksi maka tidak menimbulkan keracunan.
C. Pengendapan dengan garam
1. Terangkan hasil-hasilnya ?
Jawab : pada percobaan ini hasil yang didapatkan
adalah endapan yang berwarna putih dan filtrate. Endapannya diuji dengan milon
menghasilkan warna merah bata, endapan juga diuji dengan air sehingga dapat
dilihat kelarutannya dalam air. Sedangkan filtratnya diuji dengan biuret yang
menghasilkan warna ungu.
D. uji koagulasi
1. Mengapa ditambahkan asam ?
jawab : agar protein mencapai pH
isolistriknya sehingga bisa terkoagulasi
2. Protein apa yang mendidih pada pendidihan ?
jawab : protein yang menggmpal pada pendidihan
adalah semua protein selain gelatin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar